Cari Blog Ini

Selasa, 29 Desember 2009

Kayak apa sich “ Gurita Cikeas “ ?

. Selasa, 29 Desember 2009
0 komentar


Kayak apa sich “ Gurita Cikeas “ ?


Beberapa minggu terakhir media massa ditanah air diwarnai dengan pemberitaan mengenai buku yang cukup heboh dan kontroversial. Ya judul buku itu adalah “ Membongkar Gurita Cikeas ; dibalik kasus Bank Century “ karangan Goerge J Aditjondro, seorang intelektual yang selama ini mengambil jalan berseberangan dengan pemerintah. Buku ini hanya setebal 183 halaman dimana isi buku hanya 59 halaman sedangkan sisanya lebih banyak lampiran.
Saya sendiri sebenarnya belum membaca buku itu, namun secara tidak langsung beberapa media sudah mengupas isi buku. Beberapa orang dan lembaga yang disebut didalamnya sebagian besar kebakaran jenggot bahkan SBY selaku presiden pun yang ‘ditembak’ dalam buku itu meluangkan waktu untuk konferensi pers ‘meluruskan’ dan ‘keikutprihatinan’ atas kemunculan buku yang ‘katanya’ bernada fitnah dan ghibah itu.

Merujuk pada Koran Republika (29/12), beberapa isi buku yang menimbulkan kontoversi itu diantaranya :
1. Bantuan Grup Sampoerna untuk Harian Jurnas yang diduga dekat dengan SBY sekitar 90 Milyar
2. Pemanfaatan PSO (Publik Service Obligation ) LKBN Antara untuk Bravo Media Center sebagai salah satu tim kampaye SBY – Boediono sebesar 40,6 Milyar.
3. Yayasan – yayasan yang berafiliasi dengan SBY yang dipimpin oleh beberapa menteri ; pejabat; yakni Majlis Dzikir SBY Nurussalam, Yayasan Kepedulian Sosial Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK), dididuga digunakan untuk melakukan penggalangan dana.
4. Yayasan yang berafiliasi dengan Ny Ani Yudhoyono yang banyak diketuai istri menteri dan pejabat kenegaraan yaitu Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Batik Indonesia, Yayasan Sulam Indonesia diduga digunakan untuk penggalangan dana.
5. Dugaan pembelian suara (Vote Buying) oleh caleg Demokrat dengan pelanggaran – pelanggaran UU Pemilu melalui pembagian uang dan barang kepada pemilih.
Secara akademis memang buku itu terdapat kelemahan yakni data – data yang digunakan merupakan data sekunder yang belum ada validasi sebelumnya sehingga kemungkinan terjadi bias dan distorsi data sangat memungkinkan. Walaupun secara politis, buku ini mungkin ada pembenarannya ketika melihat ‘realita’ ketika pelaksanaan pemilu kemarin.
Terlepas dari kekurangan diatas, saya melihat ada sebuah indikasi ’era orde baru’ akan muncul kembali. Tindakan represifitas dan pembungkaman demokratisasi akan terjadi kembali. Hal ini bisa dilihat dari ’ditariknya’ buku ini dari peredaran walaupun sampai sekarang belum jelas siapa yang melakukan penarikan. Bahkan pihak kejaksaan yang berwenang melakukan penyitaan dan penarikan barang mengelak melakukan tindakan ini. Hal ini juga ditegaskan SBY bahwa tidak ada instruksi terkait penarikan buku ini dari pasaran. Lha terus siapa yang melakukan ya ?
Pemberangusan kebebasan berpendapat mengingatkan saya ketika Soeharto berkuasa. Sudah menjadi tradisi kalau terdapat buku atau tulisan yang ’menyinggung’ penguasa tidak akan berumur lama dipasaran. Bahkan kadang penulisnya harus meringkuk dipenjara. Sungguh miris memang tapi itulah realita. Akankah di era reformasi ini akan terulang ?
Dengan adanya buku ini saya berharap bisa dijadikan pemerintah untuk melakukan evaluasi sepak terjangnya selama ini. Terlepas dari tendensi dari keluarnya buku ini, sudah seharusnya pemerintah bersikap arif dan bijaksana serta tidak gegabah. Seharusnya pemerintah tidak kebakaran jenggot kalau memang buku itu dinilai tidak berbobot dan tidak berdasar pada data yang valid. Namun demikian, kadang respon yang berlebihan justru menunjukan ’kebenaran’ dari asumsi – asumsi yang diwacanakan.
Kemunculan buku ini setidaknya merupakan ganjalan kesekian kali untuk pemerintah SBY - Boediono beserta KIB II yang ingin sukses ’dilihat’ dalam program seratus harinya. Selain itu, mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus KPK vs POLRI yang berujung mengambang dan saat ini yang lagi hangat-hangatnya kasus Bank Century yang diduga melibatkan petinggi – petinggi di negeri ini.
Dengan menelaah buku itu setidaknya ada sebuah kekwatiran akan terulangya gaya – gaya pemerintahan orde baru yang represif, manipulatif, dan tidak menutup kemungkinan kolusi dan nepotisme akan terulang kembali. Sikap ini tidak berlebihan karena selama ini lembaga – lembaga tinggi negara dipimpin oleh orang – orang yang ’ atas restu bapak presiden’. Mungkin kita bisa melihat siapa sich pimpinan DPR dan MPR. Selain itu, politik ”yayasan’ terbukti efektif untuk dijadikan fund rising untuk operasional sebuah agenda politik tertentu. Wallahu’alam


Baca Selengkapnya »»

Senin, 28 Desember 2009

Anak dalam kekerasan

. Senin, 28 Desember 2009
0 komentar


Anak dalam kekerasan


Masih segar dalam ingatan kita tentang Shinta bayi yang dibanting oleh bapaknya di Pekalongan, Alsiyah di Surabaya, dan yang terbaru bayi bernama Ni Luh Sriani di Bali. Semua kejadian mengakibatkan kematian tragis pada anak. Kronologisnya hampir sama, seorang bapak yang tak sabar menghadapi polah anaknya atau konflik diantara orang tua yang berujung pada kekerasan terhadap anak bahkan kematian.
Publik merasa simpati dan empati atas penderitaan seorang ibu yang sedih melihat anaknya harus mati ditangan ayah kandungnya sendiri. Peristiwa kekerasan terhadap anak diatas bagaikan fenomena puncak gunung es jika ditelusuri lebih lanjut. Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan makin meneguhkan persepsi bahwa kekerasan terhadap anak belum bisa diselesaikan, walaupun dengan aturan hukum dan perundang-undangan.


Kekerasan terhadap anak memang beragam definisi dan persepsi. Namun secara sederhana kekerasan terhadap anak dapat didefiniskan sebagai bentuk pembatasan atau penghapusan hak-hak anak yang berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Kekerasan terhadap anak dapat berupa fisik, seksual, psikologi, emosional dan ekonomi. Dan yang sungguh memprihatinkan bahwa selama ini pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang – orang dekatnya sendiri seperi orang tua, family, guru dan teman.
Kekerasan berupa fisik diantaranya dipukul, disiram dengan air panas, dibanting bahkan pemerkosaan juga termasuk didalamnya. Kekerasan psikologi bisa berupa dimarahi, direndahkan sedangkan kekerasan emosional bisa berupa pengebirian hak-hak anak untuk berkembang. Kekerasan ekonomi lebih berupa pembebanan kerja yang seharusnya belum waktunya seperti mengemis, mengamen dan pekerja anak.
Konflik orang tua kadang ditengarai sebagai salah satu sebab kekerasan terhadap anak. Selain itu, kondisi perekonomian, rendahnya tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi karena selama ini kekerasan terhadap anak lebih banyak terjadi pada lapisan masyarakat bawah walaupun juga tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada lapisan masyarakat menengah ke atas. Karena memang kekerasan terhadap anak tidak mengenal kelas strukur ekonomi sosial.
Data kekerasan terhadap anak tiap tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), tahun 2008 kekerasan terhadap anak mencapai 6.295 kasus padahal tahun 2007 sebelumnya hanya 1.520 kasus. Kasus yang terjadi meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis. Sedangkan untuk tahun 2009 ini, menurut data Komnas PA sampai bulan Oktober khusus untuk kekerasan fisik yang menyebabkan kematian mencapai 210 anak. Angka ini naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 101 anak.
Melihat kecenderungan yang semakin mengkwatirkan ini seharusnya pemerintah mengambil tindakan tegas terutama untuk kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Sebagaimana diatur dalam pasal 80 UU No 23/2002 disebutkan, bahwa pelaku kekerasan yang menyebabkan anak mati akan dipidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta. Sedangkan pelaku yang menyebabkan anak luka berat, bisa dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Kedepannya kasus kekerasan pada anak diharapkan mengalami penurunan.
Disisi lain kita perlu memberikan apresiasi bahwa secara yuridis formal, pemerintah telah memiliki Undang-Undang (UU) No 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak, Keputusan Presiden No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak bahkan pemerintah telah membentuk Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Meskipun demikian, realitas kesejahteraan anak di negeri ini masih jauh dari harapan.
Diperlukan langkah nyata untuk melindungi dan menjamin hak dan kepentingan anak diantaranya adalah melalui kampanye penghapusan kekerasan terhadap anak, seperti pemasangan stiker, pelatihan ( parenting training) kepada orang tua, dukungan penuh dari pemerintah serta kerjasama elemen masyarakat luas untuk mengingatkan bahwa anak adalah generasi penerus masa depan bangsa yang harus diselamatkan.


Baca Selengkapnya »»

Selasa, 22 Desember 2009

Skandal Bank Century ; Konspirasi Elit dan Nestapa Kaum Alit

. Selasa, 22 Desember 2009
0 komentar

Skandal Bank Century ; Konspirasi Elit dan Nestapa Kaum Alit



Sejarah..
Skandal Bank Century ( BC) adalah skandal yang mengehebohkan beberapa tahun terakhir pasca perampokan yang dilakukan oleh Edi Tamsil. Skandal BC bermula dari penetapan BC sebagai bank gagal sistemis oleh KSSK ( Komite Stabilitas Sektor Keuangan). Hal ini berlandaskan pada Perppu no 4 / 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) tanggal 15 oktober 2008. Perppu inilah yang menyebabkan bailout tahap I yakni 623 M.
Perppu ini hanya berlaku 3 bulan dan DPR pun sebenarnya tidak setuju terhadap Perppu ini. Ketika terjadi kekosongan hukum ini berimplikasi pada bailout keempat tahap selanjutnya yang terakumulasi hingga 6,7 T. Sebuah angka yang sangat besar ditengah kondisi krisis global saat itu.
Kebijakan bailout sudah banyak yang menentang karena BC sudah dinilai sebagai bank gagal kenapa harus diselamatkan ? bank yang sakit parah yang sekalian perlu di euthanasia. Bank ini merupakan merger 3 bank yang memang sudah bermasalah sebelumnya yakni eks bank pikko, eks bank CIC dan eks bank Danpac. Sepanjang tahun 2003 -2005 bank ini diketahui menjual reksadana bodong. Ketika Bank ini akan di bailout kondisi CAR ( Rasio kecukupan modal ) minus 2,3 persen padahal standar BI ketika bank CAR nya kurang dari 8 persen maka sudah syah untuk diliquidasi. Ada apa ini ?

Aktor...
Kebijakan bailout digawangi oleh Sri Mulyani yang saat itu menjabat menteri keuangan dan ketua KSSK, Divisi Pengawasan BI beserta Boediono selaku gubernur BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dan juga pemerintah yang berkuasa saat itu…

Kebijakan...
Pemberian bailout atau pinjaman yang awalnya hanya sebesar 1,3 T namun di kemudian hari membengkak hingga 6,7 T. Kemana lari sisanya ?

Impact
Ditengah angka kemiskinan yang semakin meningkat serta besar hutang Negara yang selalu bertambah tentu kita tahu bahwa uang 6,7 trilyun itu tidak sedikit. Dari tayangan di Metro TV kita dapat mengaca bahwa dengan 6,7 T bisa = membuat litrik 700 megawatt, membeli 957,15 juta kg ( @ harga 7000), bagi 35 juta warga miskin mendapat 191,429 tapi jika dibagi rata 250 juta jiwa mendapat 26.800, 134.000 unit rumah sederhana ( 50 juta / unit), berangkat haji bagi 191.429 orang, berqurban 670.000 sapi. Apalagi kalau dibelikan kerupuk ?

Solusi
Melihat pola dari bailout BC ada kemiripan dengan BLBI yang juga bermasalah sehingga diperlukan asas profesionalisme Pengawas BI untuk menentukan perlu tidaknya bank dibantu atau bahkan dilikuidasi.
Pemerintah dan BI bersama aparat penegak hukum agar mengejar asset BC baik yang tersebar didalam maupun luar negeri untuk menutup seluruh kerugian akibat praktik bank yang tidak sehat.
Kasus ini memang multidimensi meliputi hokum, politik, ekonomi dan tentu dampak social yang sangat tinggi sehingga kita berharap keberadaan pansus Century benar – benar bekerja secara professional agar persoalan ini semakin jelas.
Sebagai insan kritis kita tidak boleh jenuh untuk mengingatkan masyarakat bahwa kasus ini adalah perampokan di dalam negara yang sangat merugikan rakyat. What next ?

* disampaikan dalam diskusi dengan KAMMI Airlangga hari Selasa,15 Desember 2009 di Aula Masjidillah

Baca Selengkapnya »»
 

Aku...

Foto saya
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, Dituduh subversif dan mengganggu keamanan, Maka hanya ada satu kata : lawan ! (wiji thukul)

About Me

FRIENDSTER-koe :
MULTIPLY-koe :
Kang-Ri is proudly powered by Blogger.com | @CopyRight 2008