Cari Blog Ini

Senin, 28 Desember 2009

Anak dalam kekerasan

. Senin, 28 Desember 2009


Anak dalam kekerasan


Masih segar dalam ingatan kita tentang Shinta bayi yang dibanting oleh bapaknya di Pekalongan, Alsiyah di Surabaya, dan yang terbaru bayi bernama Ni Luh Sriani di Bali. Semua kejadian mengakibatkan kematian tragis pada anak. Kronologisnya hampir sama, seorang bapak yang tak sabar menghadapi polah anaknya atau konflik diantara orang tua yang berujung pada kekerasan terhadap anak bahkan kematian.
Publik merasa simpati dan empati atas penderitaan seorang ibu yang sedih melihat anaknya harus mati ditangan ayah kandungnya sendiri. Peristiwa kekerasan terhadap anak diatas bagaikan fenomena puncak gunung es jika ditelusuri lebih lanjut. Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan makin meneguhkan persepsi bahwa kekerasan terhadap anak belum bisa diselesaikan, walaupun dengan aturan hukum dan perundang-undangan.


Kekerasan terhadap anak memang beragam definisi dan persepsi. Namun secara sederhana kekerasan terhadap anak dapat didefiniskan sebagai bentuk pembatasan atau penghapusan hak-hak anak yang berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Kekerasan terhadap anak dapat berupa fisik, seksual, psikologi, emosional dan ekonomi. Dan yang sungguh memprihatinkan bahwa selama ini pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang – orang dekatnya sendiri seperi orang tua, family, guru dan teman.
Kekerasan berupa fisik diantaranya dipukul, disiram dengan air panas, dibanting bahkan pemerkosaan juga termasuk didalamnya. Kekerasan psikologi bisa berupa dimarahi, direndahkan sedangkan kekerasan emosional bisa berupa pengebirian hak-hak anak untuk berkembang. Kekerasan ekonomi lebih berupa pembebanan kerja yang seharusnya belum waktunya seperti mengemis, mengamen dan pekerja anak.
Konflik orang tua kadang ditengarai sebagai salah satu sebab kekerasan terhadap anak. Selain itu, kondisi perekonomian, rendahnya tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi karena selama ini kekerasan terhadap anak lebih banyak terjadi pada lapisan masyarakat bawah walaupun juga tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada lapisan masyarakat menengah ke atas. Karena memang kekerasan terhadap anak tidak mengenal kelas strukur ekonomi sosial.
Data kekerasan terhadap anak tiap tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), tahun 2008 kekerasan terhadap anak mencapai 6.295 kasus padahal tahun 2007 sebelumnya hanya 1.520 kasus. Kasus yang terjadi meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis. Sedangkan untuk tahun 2009 ini, menurut data Komnas PA sampai bulan Oktober khusus untuk kekerasan fisik yang menyebabkan kematian mencapai 210 anak. Angka ini naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 101 anak.
Melihat kecenderungan yang semakin mengkwatirkan ini seharusnya pemerintah mengambil tindakan tegas terutama untuk kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Sebagaimana diatur dalam pasal 80 UU No 23/2002 disebutkan, bahwa pelaku kekerasan yang menyebabkan anak mati akan dipidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta. Sedangkan pelaku yang menyebabkan anak luka berat, bisa dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Kedepannya kasus kekerasan pada anak diharapkan mengalami penurunan.
Disisi lain kita perlu memberikan apresiasi bahwa secara yuridis formal, pemerintah telah memiliki Undang-Undang (UU) No 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak, Keputusan Presiden No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak bahkan pemerintah telah membentuk Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Meskipun demikian, realitas kesejahteraan anak di negeri ini masih jauh dari harapan.
Diperlukan langkah nyata untuk melindungi dan menjamin hak dan kepentingan anak diantaranya adalah melalui kampanye penghapusan kekerasan terhadap anak, seperti pemasangan stiker, pelatihan ( parenting training) kepada orang tua, dukungan penuh dari pemerintah serta kerjasama elemen masyarakat luas untuk mengingatkan bahwa anak adalah generasi penerus masa depan bangsa yang harus diselamatkan.


0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Aku...

Foto saya
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, Dituduh subversif dan mengganggu keamanan, Maka hanya ada satu kata : lawan ! (wiji thukul)

About Me

FRIENDSTER-koe :
MULTIPLY-koe :
Kang-Ri is proudly powered by Blogger.com | @CopyRight 2008